Jika Ada Lele Yang Di Ternakkan Pakannya Tinja, Apakah Lele nya Halal ? Ini Menurut Pandangan Islam

Ilustrasi : Foto.net

Santapan ikan lele goreng yang di hidangkan dengan sambal memanglah sangat nikmat bagi sebagian masyarakat. Namun, ada yang menganggap bahwa ikan lele merupakan ikan yang menjijikan karena di pelihara di tempat yang kotor dan makanannya berupa kotoran manusia dan ayam tiren.

Lalu Bagaiman Menurut Islam ?

Di dalam Islam terdapat istilah hewan hewan al-jalalah. Menurut Imam Zakariya Al - Anshari Asy-Syafii dalam kitab syarhul minhaj mengatakan hewan jalalah adalah hewan halal yang mengkonsumsi makanan najis, dan bisa merusak rasa dagingnya, bau dagingnya atau warna daging. Dengan demikian, jika ada hewan halal yang memakan makanan najis namun tidak merubah rasa dagingnya, bau dagingnya atau warna daging, maka ia tidak termasuk hewan aljalalah.

Rasulullah bersabda

وَعَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: نَهَى رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم عَنْ أَكْلِ الجَلاَّلَةِ وَأَلْبَانِهَا. أخرجه أبو داود والترمذي.

Artinya: “Dari Ibnu Umar ra dia berkata, “Rasulullah saw melarang memakan hewan jalalah dan meminum susuny.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Al Khottobi mengatakan bahwa manusia telah berbeda pendapat tentang memakan daging dan susu binatang jallalah.

Para ulama Syafi’i dan Ahmad bin Hambal mengatakan bahwa ia tidak boleh dimakan sehingga dikurung selama beberapa hari yang diberi makan dengan makanan yang suci dan apabila dagingnya sudah baik maka tidak apa-apa untuk dimakan.

Sedangkan Ishaq bin Rohuyah mengatakan tidak masalah dagingnya (jallalah) dimakan setelah dicuci bersih. Al Hasan al Bashri tidak melihat ada masalah tentang makan daging jallalah, begitu pula dengan Malik bin Anas.

Ibnu Ruslan didalam “Syarh as Sunan” bahwa tidak ada batasan waktu tertentu dalam pengurungan jallalah, sebagian ada yang berpendapat terhadap onta dan sapi adalah 40 hari sedangkan kambing 7 hari, ayam 3 hari dan inilah pilihannya dalam kitab al Muhadzab wa at Tahrir. (Aunul Ma’bud juz X hal 187)

Para ulama yang memakruhkan dan tidak membolehkan memakan daging jallalah bersepakat membolehkan makan daging tersebut setelah binatang itu dikurung dalam batas waktu tertentu dan diberi makan dengan makanan yang baik sehingga daging itu menjadi baik kembali.

Hal itu dikarenakan yang menjadi sebab tidak dibolehkannya adalah adanya perubahan pada dagingnya dan ketika sebab itu hilang dengan dikurung maka binatang itu tidak disebut lagi dengan jallalah.

Adapun apabila binatang itu tidak dikurung terlebih dahulu maka pendapat yang kuat—wallahu a’lam—adalah makruh dimakan dagingnya, makruh pula telur, susu atau menaikinya tanpa menggunakan alas duduk.

Pendapat ini dipilih oleh al Khottobi terhadap hadits Ibnu Abbas bahwa Nabi saw melarang dari meminum susu jallalah.” Diriwayatkan oleh Abu Daud dan an Nasai dengan mengatakan,’makruh memakan daging dan susunya demi kebersihan dan kesucian.’( Ma’alimus Sunan juz V hal 306).

Pendapat yang bisa dipakai untuk menguatkan hal ini adalah apa yang dikatakan oleh Imam Malik bahwa kotoran yang dimakan oleh binatang jallalah tersebut telah berubah menjadi dagingnya sebagaimana darah yang berubah menjadi daging.

Pernyataan ini seolah-olah mengatakan bahwa kotoran yang dimakan tersebut tidaklah ada pengaruhnya sama sekali terhadap bau maupun rasa dari daging binatang tersebut.

Dengan demikian diperbolehkan memakannya baik sebelum maupun setelah dikurung dan diberikan makanan yang baik. Akan tetapi memakannya setelah dikurung lebih baik daripada sebelum dikurung demi menjaga kebersihan dari dagingnya tersebut.

Belum ada Komentar untuk "Jika Ada Lele Yang Di Ternakkan Pakannya Tinja, Apakah Lele nya Halal ? Ini Menurut Pandangan Islam"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel